Sablon Kaos Manual

Sablon Kaos Manual
Sablon Kaos distro Murah

Rabu, 16 Maret 2016

SEJARAH T-SHIRT / KAOS OBLONG

SEJARAH T-SHIRT / KAOS OBLONG

Tahu atau t-shirt, kan? Dalam bahasa Indonesia juga disebut “kaos oblong”. Suka mengenakan t-shirt? Tahu sejarahnya? Yuk kita bahas tentang sejarah t-shirt.
T-shirt merupakan pakaian yang simple, nyaman digunakan, bisa dikenakan oleh pria maupun wanita, dan cocok untuk suasana santai. Hampir semua orang, dari anak-anak sampai orang tua, suka mengenakan t-shirt. Apalagi saat cuaca panas dan hujan.
T-shirt adalah jenis pakaian yang terbuat dari bahan kaos (katun atau poliester, atau gabungan dari keduanya) yang menutupi sebagian lengan, seluruh dada, bahu, dan perut, biasanya tidak berkancing, tidak berkerah, dan tidak bersaku. Biasanya t-shirt berlengan pendek (diatas siku) dan berkrah bundar. Pada awalnya t-shirt digunakan sebagai pakaian dalam. Sekarang T-shirt  juga digunakan sebagai pakaian sehari-hari.
Dalam sejarahnya, t-shirt digunakan sebagai pakaian dalam tentara Inggris dan Amerika pada abad 19 sampai awal abad 20. Tidak diketahui secara pasti asal muasal kata t-shirt. Ada yang mengatakan bahwa nama t-shirt berasal dari bentuknya yang menyerupai huruf "T". Tapi ada juga yang mengatakan bahwa asal kata t-shirt berasal dari kata "training shirt" karena sering digunakan tentara militer sebagai pakaian training.
Para tentara menggunakan t-shirt hanya ketika udara panas atau aktivitas-aktivitas yang tidak menggunakan seragam. Pada saat itu, model, warna, dan bentuk t-shirt belum bervariasi, warnanya pun hanya putih. Pada saat itu, masyarakat umum pun belum mengenal penggunakan t-shirt dalam kehidupan sehari-hari.
T-shirt mulai populer dan dikenal masyarakat umum ketika dipakai oleh Marlon Brando pada tahun 1947 ketika ia memerankan tokoh Stanley Kowalsky dalam pentas teater dengan lakon “A Street Named Desire” karya Tenesse William di Broadway, AS. T-shirt warna abu-abu yang dikenakannya begitu pas dan lekat di tubuh Brando, serta sesuai dengan karakter tokoh yang diperankannya. Selain itu, kepopuleran t-shirt juga semakin terangkat dalam film “Rebel Without A Cause” (1995) yang dibintangi James Dean. Saat itu penonton langsung terpukau dengan penggunaan t-shirt sebagai pakaian luar (bukan pakaian dalam). Meski demikian, ada juga penonton yang protes dan beranggapan bahwa pemakaian T-shirt tersebut kurang ajar dan pemberontakan. Tak pelak, munculah polemik seputar T-shirt.
Sebagian kalangan menilai pemakaian t-shirt sebagai busana luar adalah tidak sopan dan tidak beretika. Namun kalangan lainnya, terutama anak muda, langsung menggilai pemakaian t-shirt. Bahkan bagi mereka, t-shirt bukan semata-mata suatu mode atau tren, melainkan dianggap sebagai lambang kebebasan dan merupakan bagian dari keseharian.
Polemik tersebut justru semakin menaikkan publisitas dan popularitas t-shirt dalam percaturan mode. Orang- orang mulai dilanda demam t-shirt. Akhirnya beberapa perusahaan konveksi mulai bersemangat memproduksi t-shirt walaupun pada awalnya mereka meragukan prospek bisnis t-shirt. Mereka mengembangkan T-shirt dengan berbagai bentuk dan warna serta memproduksinya secara masal. Citra T-shirt semakin menanjak ketika Marlon Brando dengan ber-t-shirt yang dipadu dengan celana jins dan jaket kulit menjadi bintang iklan produk tersebut. Perlahan namun pasti, t-shirt mulai menjadi bagian dari busana keseharian dan menjadi bagian dari dunia fashion.
T-shirt benar-benar menjadi state of fashion itu sendiri ketika pada tahun 60-an kaum hippies mulai merajai dunia. Para hippies ini menggunakan t-shirt sebagai simbol anti kemapanan. Selain kaum hippies, komunitas punk, atau organisasi politik, juga menyadari bahwa t-shirt juga bisa menjadi medium propaganda selain medium yang sudah ada. Statement apapun dapat tercetak diatasnya, tahan lama, dan penyebarannya mampu melewati batas-batas yang tidak dapat dicapai oleh medium lain, seperti poster misalnya.
Sejak saat itu revolusi t-shirt terjadi secara total. Para penggiat bisnis menyadari bahwa t-shirt dapat menjadi medium promosi yang amat efektif serta efesien. Segala persyaratan sebagai medium promosi yang baik ada di t-shirt. Murah, mobile, fungsional, dapat dijadikan suvenir, dan seterusnya.
T-shirt tidak lagi menjadi sederhana walaupun secara fungsional benda tersebut masih berlaku sebagai sebuah sandang. Namun dibalik itu semua, t-shirt memiliki value yang melebihi dari fungsi dasarnya. T-shirt, sebagai bagian dari budaya manusia, akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan manusia dan teknologi.

Sejarah t-shirt dan perkembangannya dirangkum dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar